Bumble, Alter, dan Semua Produk Budaya ‘Modern Dating’
Pada suatu malam yang kelam di tengah kesepian yang mendera seorang wanita membuka aplikasi dating app yang ada di ponselnya guna mencari match yang dia harapkan bisa menghapus kesepiannya, syukur-syukur bisa menjadi jodohnya. Tak disangka-sangka, match yang dia dapatkan hanya ingin kisah cinta satu malam saja.
Kisah ini sudah semakin sering kita dengar sejak aplikasi dating app seperti Tinder, Bumble, OKCupid, Tantan, dan yang lainnya semakin menjamur di kalangan masyarakat. Banyak cerita pertemuan dua insan di aplikasi virtual ini membawa hasil yang diharapkan yaitu menikah dengan serius dan membangun keluarga yang bahagia, tapi banyak juga cerita penipuan di aplikasi kencan virtual.
Bagi Anda yang tidak tahu, cara kerja aplikasi seperti ini adalah Anda mengisi data diri singkat tentang diri Anda mulai dari nama, jenis kelamin, umur, domisili, serta hobi dan hal-hal menarik bagi Anda. Selanjutnya Anda harus memasang foto diri, yang meningkatkan kemungkinan Anda mendapatkan match dengan cepat, lebih-lebih jika foto Anda menarik dan Anda memiliki paras yang tidak kalah menarik. Nah kemudian algoritma aplikasi tersebut akan membawa Anda melihat profil-profil orang lain yang menggunakan Tinder sesuai dengan preferensi seksualitas Anda. Jika Anda tertarik, cukup swipe kanan, dan sebaliknya jika Anda tidak tertarik maka swipe kiri.
Nah, jika Anda swipe kanan profil seseorang yang Anda suka dan orang tersebut juga memilih swipe kanan setelah melihat profil Anda, mujur sekali, Anda mendapatkan match Anda. Ruang chat dibuka hanya untuk mereka yang sudah match sehingga pembicaraan baru bisa dimulai. Artinya, berapa kali Anda swipe kanan kepada sosok yang menarik menurut Anda, jika mereka tidak swipe kanan maka Anda tidak akan mendapatkan match.
Aplikasi kencan virtual menjadi semakin populer di tengah pandemi Covid-19 karena aktivitas sosial mulai dibatasi sehingga semakin banyak yang bermain aplikasi ini. Sebagian ada yang mendapatkan pacar virtual, tapi sebagian lagi juga mengalami patah hati jenis yang baru. Seperti mengutip tokoh Mary yang diperankan Drew Barrymore dalam He’s Just Not That Into You:
I had this guy leave me a voicemail at work, so I called him at home, and then he emailed me to my BlackBerry, and so I texted to his cell, and now you just have to go around checking all these different portals just to get rejected by seven different technologies.
Perkataan Mary mungkin berlebihan, tapi hal itu memang benar terjadi. Setelah Anda menemukan match, biasanya Anda akan mulai pindah ke aplikasi chat lain seperti WhatsApp atau Telegram, dan match Anda mungkin ingin melihat akun media sosial Anda seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau Linkedln. Di salah satu aplikasi chat tersebut pembicaraan dimulai, dan di salah dua portal media sosial tersebut, Anda dan match Anda akan mengawasi satu sama lain. Saat ini, akan ada dua belah pihak dalam hal ini: pertama, yang bertanya-tanya bagaimana sebuah chat dengan orang asing bisa terlaksana dengan mudah. Kedua, yang kebingungan mengapa pengawasan di media sosial perlu dilakukan.
Untuk menjawab yang pertama, mengapa sebuah chat dengan orang asing dengan mudah bisa terlaksana bahkan bisa berpindah ke aplikasi chat atau media sosial yang lain, kenyataannya pembicaraan yang berupa ketikan bisa menimbulkan rasa nyaman dan aman untuk terbuka dengan seseorang. Hal ini mungkin karena cara mengetik pesan yang cukup mirip atau respon yang antusias diberikan kepada kita, membuat perasaan nyaman akhirnya muncul meskipun hubungan hanya didasari chat saja. Sedangkan untuk pertanyaan yang kedua, mengapa kita perlu mengawasi sosok yang berkenalan dengan kita di aplikasi kencan online, adalah karena curiga tidak pernah merugikan.
Semenjak berkenalan secara virtual makin marak, penipuan data diri dan penipuan uang juga makin marak terjadi. Sering ditemukan di Twitter sebuah utas yang menceritakan pengalaman seseorang menginstall aplikasi Tinder tapi ternyata orang yang match dengannya menipunya dengan mengiming-imingi hubungan dan ternyata yang terjadi adalah penipuan seperti catfish, atau yang lebih buruk jika ternyata sosok yang berkenalan dengan Anda memeras uang dari Anda. Hal inilah yang membuat pengawasan perlu dilakukan, karena sosok yang berkenalan dengan kita secara langsung secara offline pun masih bisa menipu kita, lebih-lebih dengan sosok yang bahkan kita kenali hanya dari caranya mengetik, membuat story WhatsApp, atau membuat utas Twitter.
Namun jenis kekecewaan atau patah hati selain karena ditipu atau terkena catfish adalah jika ada keterlibatan hubungan seksual atau hubungan suami istri dalam hubungan yang terbentuk secara virtual. Kesepian menunjukkan sisi-sisi yang mengejutkan dari manusia, termasuk salah satunya nafsu seksual yang tinggi. Nah sekarang hubungan seksual sama halnya dengan hubungan lain dalam kehidupan manusia: membutuhkan persetujuan kedua belah pihak. Hubungan seksual akan terjadi dengan baik jika kedua belah pihak memang saling menyetujui sebagaimana yang mereka mau.
Permasalahannya, persetujuan atau consent terkadang dibuat samar oleh pihak lain. Teman saya, sebut saja namanya Dewi, pernah bermain OKCupid dan berkenalan dengan seorang pria di Magelang, sebut saja namanya Bima. Awalnya Bima menunjukkan hal-hal yang biasa saja dan dengan polosnya Dewi berpikir jika mungkin Bima adalah jodoh Dewi. Dewi memikirkan kapan nantinya bertemu Bima di Yogyakarta, dan sudah banyak harapan lain tentang itu. Kenyataannya, Bima ternyata sudah punya pacar.
Hal itu mengejutkan tapi tidak sepenuhnya mengejutkan untuk Dewi, karena meskipun Dewi mengharapkan untuk bertemu Bima dan membangun hubungan yang lebih jauh, Dewi curiga akan banyak hal mulai dari story Instagram Bima yang di sana dia memasang foto perempuan lain. Selain itu Bima juga mengaku jika ketika dia berhubungan dengan perempuan dia selalu melibatkan hubungan seksual, dan dia merasa Dewi bukanlah perempuan yang seperti itu. Saat itu Dewi berpikir dengan kegamangan yang nyata. Tanpa sadar Dewi merasa jika mungkin dengan berani menyerahkan tubuhnya, Bima akan jatuh hati kepadanya. Dewi tidak memegang prinsip-prinsip persetujuan yang seharusnya dipegang dari awal disebabkan ada rasa tidak puas jika hubungan dengan orang asing yang dia temui di aplikasi kencan online ternyata berakhir begitu saja.
Hubungan dengan Bima memang bertahan, dalam bentuk yang tidak jelas. Dewi dan Bima mulai terbiasa dengan sexting — istilah yang berarti mengirimkan pesan-pesan sensual dan mesra bahkan eksplisit seperti membayangkan hendak melakukan hubungan suami istri. Dewi sadar ketika melakukan itu, tapi yang tidak disadarinya adalah Bima hanya meminta kesenangan sesaat sedangkan Dewi berpikir jika sexting itu akan membawa pada hubungan yang lebih serius. Dewi pun baper (bawa perasaan) karena memang sudah jatuh hati dengan Bima. Walaupun begitu Dewi tidak sepenuhnya mengikuti permainan Bima, yang masih sedikit-sedikit membawa tentang pacarnya. Dewi bertanya apa yang akan dia lakukan jika ada Dewi dan pacar bima. Keberadaan pacar Bima membuat Dewi sedikit yakin bahwa sepertinya hubungan mereka tidak akan berjalan lancar.
Namun tiba-tiba saja, Bima mengatakan dia sudah putus dengan pacarnya. Sebuah berita yang tidak terduga dan Dewi mulai berpikir apakah dia mungkin bisa segera mencari celah untuk bisa bersama Bima, mungkin menjadi pacarnya yang baru. Teman saya itu sudah berpikir dalam hati jika berpacaran dengan Bima mengharuskannya untuk tidur bersamanya, dan saat saya tanya, Dewi tidak keberatan. Tapi persetujuan ini bukanlah sesuatu yang lahir dengan alami, karena hanya disadari rasa posesif atas Bima dan penasaran jika berhubungan dengannya. Hal ini lahir karena Bima sering kali mengabaikan Dewi, membuat perempuan semakin membabi buta untuk mengejarnya. Dan selama itu, perjanjian-perjanjian dibuat, kesepakatan-kesepakatan terus muncul berupa sebuah persetujuan yang Dewi iyakan agar bisa menikmati waktu bersama Bima, tanpa sadar bahwa Dewi terpojokkan dalam berbagai persetujuan itu.
Lambat laun Dewi menyadari, Dewi tidak bisa berdiri pada pondasi yang lemah dalam suatu hubungan, dan hubungan dengan Bima menjadi kian tidak jelas karena ketika Dewi mengharapkan Bima ingin mengenalnya lebih jauh, Bima justru hadir hanya dalam beberapa waktu saja, yaitu ketika dia membutuhkan sosoknya. Dan seperti yang sudah-sudah dalam kasus perkenalan lewat aplikasi kencan virtual, Bima meminjam uang Dewi, tidak begitu besar, tapi Dewi meminjamkan tanpa tahu kapan jaminan uang itu kembali, di saat Dewi bisa dengan tegas menolak. Dewi pun telah diperdaya, tanpa menyadari posisi rumitnya dan cara keluar darinya.
Akhirnya, Dewi bisa tersadar ketika Dewi kembali menyibukkan diri. Dewi senang membaca buku dan menonton drama dan film Jepang, jadilah dia menikmati hobi-hobinya itu. Pikiran Dewi teralihkan dari Bima dan kemudian Dewi menambah jaringan di luar aplikasi kencan virtual yaitu dengan teman-teman perbukuan di Twitter. Interaksi dengan mereka membuat Dewi sibuk dan tidak sebentar-sebentar memikirkan tentang Bima. Namun, suatu hari Dewi berpikir, apakah Bima memiliki akun Twitter? Dewi hanya mengetahui akun Instagramnya, tapi tidak sampai tahu akun Twitternya. Dewi mulai mencari dengan berbagai cara, karena Dewi tahu dia punya akun Twitter dan Dewi penasaran apa yang dia lakukan dengan akun itu.
Suatu hari, Dewi melihat Bima memasang tautan Secreto di profil Instagramnya, dan tiba-tiba saja Dewi berpikir mencari akun Bima dengan tautan itu. Bagaikan sihir, profil Twitternya pun langsung Dewi temukan. Namun, penemuan itu justru semakin membuat Dewi kecewa untuk mengenal Bima karena setelah Dewi cek, akun Twitternya adalah akun alter.
Alter: dunia gelap pergaulan bebas
Pergaulan bebas sudah sering ditemui terutama di kota-kota besar. Namun dengan media sosial, kaum penganut liberalisme dan menggembar-gemborkan my body my choice mendapatkan tempat besar untuk memperluas pergaulan bebas, salah satunya dengan dunia alter. Alter secara umum adalah akun media sosial dengan nama yang berbeda dengan nama asli Anda. Anda bahkan bisa mengubah gender di dunia alter. Tidak selamanya dunia alter buruk untuk dipakai. Ada banyak yang menggunakan dunia alter untuk menutupi identitas aslinya karena menjaga privasi data, atau kaitannya dengan pekerjaannya seperti mata-mata maupun agen intelijen. Namun, dunia alter di Indonesia dipakai untuk mencari hiburan sesaat persis dengan aplikasi kencan virtual. Mereka yang sudah memiliki pasangan atau bahkan suami dan istri yang sah bermain alter untuk bertemu orang baru dan mencicip percintaan panas tanpa komitmen seperti cinta satu malam.
Banyak hal mendasari seseorang menggunakan dunia alter, seperti yang miris adalah jika seseorang memiliki orientasi seksual sesama jenis tapi sudah menikah dengan lawan jenis, dia menggunakan alter untuk memuaskan hasrat seksualnya yang tidak akan pernah terpuaskan dengan pasangan resminya. Namun jika pemain alter adalah orang-orang yang orientasi seksualnya normal-normal saja, mereka mencari hubungan tanpa komitmen yang sebenarnya adalah perselingkuhan. Lantas, mengapa Dewi kecewa jika Bima bermain alter?
Hal ini karena dalam hubungan Dewi yang tidak jelas itu dengan Bima, terselip pembicaraan bahwa Bima berjanji menjadi pribadi yang lebih baik, yang lebih bertanggung jawab daripada dia yang sekarang. Namun Dewi rasa dengan akun alter yang dia miliki, janji hanyalah sekedar ucapan manis di mulut belaka. Dewi sadar bahwa seseorang tidak akan berubah hanya dengan janji saja. Dewi juga kecewa jika Bima bermain alter karena Dewi jadi memikirkan risiko dan bahaya yang ditularkan dari pergaulan bebas: HIV/AIDS dan penyakit menular seksual lainnya.
Sudah banyak utas edukasi dokter yang menceritakan pasiennya adalah pasangan alter yang terkena HIV, sementara di dunia nyata mereka memiliki pasangan, anak, dan keluarga yang tidak tahu bahwa mereka bermain-main sedemikian rupa. Kasus terakhir yang Dewi baca adalah seorang pria berhubungan dengan wanita alter terkenal dan tertular HIV sementara istrinya hamil muda anak pertama mereka. Tidak hanya pria bersalah karena selingkuh, pria tersebut juga kemungkinan menularkan HIV kepada istri dan anaknya yang belum lahir. Di situlah Dewi merasa kecewa jika Bima bermain alter, karena Dewi merasa tubuhnya adalah kuil yang suci dan jangankan penyakit biasa yang dia hindari, tentunya Dewi sangat ingin memastikan tubuhnya akan tetap sehat jika suatu hari nanti Dewi menikah dan berhubungan suami istri dengan suaminya. Tidak ada yang mau tertular penyakit menular seksual hanya karena cinta, bukan?
Lambat laun Dewi jadi sadar, Dewi punya kendali atas tubuh dan perasaannya. Dewi bisa saja beranggapan bahwa Bima adalah orang baik dan terjunnya dia di dunia alter hanyalah untuk hiburan virtual saja. Dewi bisa saja berpikiran yang baik-baik tentang dia. Namun Dewi tidak bisa melakukannya, terlebih ketika setiap kali Dewi menghubunginya, Bima selalu menjawab bahwa dia sedang mabuk. Seakan-akan berbicara kepada Dewi dalam keadaan sadar pun kurang penting baginya.
Sering kali Bima mengatakan berhubungan seksual tidak ada salahnya. Dewi jadi sadar, apa yang dia lakukan adalah membelenggu ruang berpikir Dewi untuk dengan leluasa menolak ajakannya. Dengan perjanjian dan kesepakatan yang dia minta mereka buat, Dewi jadi kehilangan ruang untuk leluasa mengiyakan atau menolak dan dia menjadi lebih berkuasa atas tubuh dan pikirannya. Sehingga, ketika Dewi sadar bahwa kendali itu semua ada di tangannya, Dewi bersyukur dan Dewi merasa lepas dari kungkungan yang selalu membuatnya depresi.
Kisah Dewi mungkin hanyalah satu dari sekian bentuk dari budaya aplikasi kencan virtual dan dunia alter yang disalahgunakan pihak-pihak penganut pergaulan bebas. Namun jika cerita ini sampai kepada Anda dan Anda sedang bingung menghadapi posisi yang sama sulitnya dengan Dewi sebelum Dewi memutuskan yang Dewi mau, saya ingatkan, orang lain tidak berhak memutuskan apa yang Anda lakukan dengan pikiran dan tubuh Anda. Anda merdeka untuk mengendalikan emosi, perasaan, pikiran dan apa yang Anda lakukan dengan tubuh Anda.
Sekian, semoga cerita ini menghibur Anda.