Kobaran Api Pemilu 2024
Tulisan ini merupakan naskah essay Uji Kompetensi Wartawan jenjang muda yang saya ikuti November 2023 lalu.
Dataran Dalam Kobaran Api, begitulah judul karya Juan Rulfo yang tengah saya baca. Kumpulan cerpen penulis Meksiko itu sendiri hanya menceritakan kehidupan penduduk desa-desa di pedalaman Meksiko menjelang industrialisasi, mengikuti masa revolusi yang panjang. Namun saya merasa judul tersebut sesuai dengan panasnya kondisi Solo dalam memasuki masa perang politik 2024.
Secara sederhana, kondisi panas ini juga mempengaruhi kehidupan wartawan di Solo dan sekitarnya. Kondisi ini juga menambah sekian banyak permasalahan yang dihadapi oleh para wartawan di Solo, bagaikan roti lapis yang tersusun dari urusan-urusan tidak terselesaikan.
Politik praktis menjadi shortcut wartawan mendapatkan penghidupan yang mereka anggap lebih layak dibandingkan saat bekerja di media. Menariknya, kondisi ini tidak hanya dihadapi oleh jajaran redaktur yang sudah mengenyam jabatan, tetapi juga ditawarkan kepada para reporter di lapangan. Banyak dari teman-teman wartawan di lapangan mengaku kepada saya, mereka ditawari menjadi bagian dari tim sukses (timses) tiga pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Tawaran itu tampak menggiurkan, terlebih beberapa wartawan ditawari untuk bekerja di balik layar sehingga tidak mempertaruhkan jabatan mereka sebagai kuli tinta. Penambahan upah ini juga terasa secara signifikan karena upah dari timses cukup besar. Secara realita, kode etik jurnalistik dilanggar jika wartawan mengambil pekerjaan ganda sebagai timses paslon maupun calon legislatif (caleg).
Sesuai etika, seharusnya mereka yang mengambil pekerjaan timses tersebut harus mengundurkan diri dari profesi wartawan. Namun realitanya masih banyak yang tidak mangkir dari profesinya. Otomatis banyak yang mulai tidak netral dan memihak.
Namun masalah ini tidak sepenuhnya kesalahan para wartawan karena keadaan yang memaksa mereka demikian. Kejamnya keadaan di lapangan membuat wartawan hanya berusaha bertahan hidup. Bahkan, berada di posisi menjadi timses maupun juru bicara (jubir) tidak serta-merta membuat mereka aman di jalanan
Wartawan masih menjadi salah satu pekerjaan paling berisiko di dunia.
Wartawan masih sering menghadapi paparan ancaman serangan fisik dan verbal dari pihak yang dirugikan dari berita mereka. Sementara itu, bagi wartawan perempuan, ancaman juga hadir dalam bentuk pelecehan maupun kekerasan seksual hingga perundungan dari sesama wartawan lawan jenis. Jenis serangan ini biasanya hadir dalam bentuk bercandaan sehingga ruang perempuan memperjuangkan kondisi lebih baik akan cukup sulit.
Di sisi lain, wartawan masih menjadi salah satu pekerja swasta di Indonesia yang juga terkena dampak dari berlakunya UU Cipta Kerja (UU Ciptaker). UU Ciptaker membuat wartawan dan pekerja media kehilangan jaminan pekerjaan tetap karena dalam UU tersebut pemberi kerja diberi kebebasan memecat pegawai mereka dan tidak lagi diharuskan mengangkat pegawai tetap.
Inilah yang saya sebut kondisi panas bagi wartawan. Lapangan pekerjaan mereka bagaikan medan perang, belum lagi ditambah beban pekerjaan yang terus bertambah. Dengan berbagai kerentanan tersebut ditambah gaji yang kecil, wartawan semakin mudah berpaling ataupun mengabaikan kode etik mereka.
Salah satu upaya mencegah hal ini kian sering terjadi adalah memperkuat basis serikat wartawan sehingga terbentuk solidaritas yang kuat dan perjuangan bersama dapat diusahakan untuk menuntut kondisi kerja yang lebih baik agar tidak ada pelanggaran kode etik lagi. Basis serikat tidak hanya secara independen melalui serikat profesi seperti Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ataupun Aliansi Jurnalis Independen (AJI), tetapi juga melalui serikat masing-masing perusahaan media baik untuk karyawan tetap maupun wartawan muda yang masih bekerja berbasis kontrak.
Wartawan juga perlu saling memudahkan rekan kerja seprofesi di lapangan, bersaing secara sehat dan tidak berlebihan, serta menghargai satu sama lain. Hal ini karena wartawan adalah profesi komunal dan media merupakan perusahaan yang mengedepankan komunikasi bersama. Pengawasan penegakan kode etik perlu dilakukan bersama dengan mengusung solidaritas sehingga wartawan merasa memiliki ruang untuk bercerita dan tidak sendirian dalam bekerja.